Jumat, 29 September 2006

Kesesatan Qaradhawi - Menghalalkan yang Haram

بسم الله الر حمن الرحيم

Kesesatan Qaradhawi - Menghalalkan yang Haram

Penulis: Asy Syaik Ahmad bin Muhammad bin Manshur Al ‘Udaini


15. Membolehkan Penjualan Sebagian Barang-Barang Haram

Majalah Al Mujtama’ memberitakan bahwa organisasi-organisasi Islam di Prancis mengadakan seminar fiqih pada tanggal 19 Juli 1997 di Paris yang dihadiri oleh Yusuf Al Qaradhawi, Dr. ‘Isham Al Basyir, dan sebagainya. Disebutkan pula bahwa tujuan seminar fiqih ini adalah menjawab persoalan-persoalan fiqhiyah yang dilontarkan oleh kaum Muslimin di negeri tersebut. Lalu sang wartawan ini menceritakan tentang seminar tersebut. Dia menulis :Adapun tentang (sebagian) penjualan barang-barang haram maka ia (Qaradhawi) telah membolehkannya dalam batasan darurat dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (Majalah Al Mujtama’ nomor 1261, 5 Agustus 1997/Awal Rabi’ul Akhir 1418)

Pembaca yang budiman, lihatlah betapa lancangnya Qaradhawi dalam menghalalkan apa yang diharamkan Allah seperti khamr, babi, dan sebagainya di negeri kafir dengan alasan darurat yang tidak melanggar undang-undang yang berlaku (Jangan heran dengan ajakan Qaradhawi ini. Dia juga mengajak untuk mengikuti Barat, seperti diberitakan Majalah Al Mujtama’ di atas. Dalam seminar di Paris dia menjawab berbagai masalah fiqhiyah seperti yang dinukil wartawan : “Lalu Qaradhawi menjawab pertanyaan hadirin dengan jawaban bahwa dia membolehkan seorang Muslim tinggal di negeri kafir dan mendapatkan kewarganegaraan kecuali bagi orang yang menginginkan tinggal sekedar untuk mengumpulkan harta tanpa mencari persaudaraan dengan saudara-saudara Muslimnya. Dia menganggap perkara ini adalah keharaman yang paling besar kemudian dia mengajak untuk mentaati peraturan dan undang-undang Barat dan memprioritaskan hak Pemilu yang dianggapnya sebagai satu persaksian : ‘Dan janganlah kalian sembunyikan syahadah kalian.’”) .

Maka di manakah kefakihan sang Faqihul Islam (seperti yang mereka sangka) dalam memahami firman Allah :Katakanlah : “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al A’raf : 33)

Membolehkan Hadir Dalam Acara Yang Dibagikan Khamr Di Dalamnya Demi Dakwah

Dalam seminar fikih di Paris tersebut, sang wartawan menulis jawaban Qaradhawi :“Kemudian dia menjawab pertanyaan yang mewakili kebanyakan Muslimin di Barat pada khususnya para pimpinan dan pengurus yayasan bila diundang menghadiri acara-acara yang dibagikan khamr di dalamnya sehingga orang terpaksa duduk di meja tempat orang-orang meminum khamr. Dan demi maslahat dakwah Islamiah, seorang Muslim dituntut untuk tidak absen dari acara-acara seperti itu supaya tidak terkesan mengucilkan diri dari masyarakat. Dan Qaradhawi berpendapat bahwa pada dasarnya pengundang acara-acara ini harus menghormati keyakinan Muslimin dan menjauhkan mereka dari semua yang diharamkan yang dikenal dalam agama mereka namun apabila hal tersebut sulit maka hal-hal yang diharamkan seperti ini kalau dibutuhkan hukumnya dibolehkan.”Sebagai bantahan atas fatwa yang menyesatkan ini, aku berkata :

Pertama, diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, janganlah ia duduk di atas hidangan tempat minum khamr.” (HR. Ahmad dari Umar bin Khaththab, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Irwaa’ul Ghaliil hadits nomor 1949). Jelaslah bahwa hadits tersebut membantah dengan tegas terhadap fatwa orang yang dianggap Faqihul Islam ini.

Kedua, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan sifat-sifat hamba-Nya di antaranya tidak menghadiri majelis-majelis batil yang disebut az zuur.Allah telah menyebutkan dalam surat Al Furqan tentang sifat-sifat ibadurrahman (hamba-hamba Allah) dalam firman-Nya :“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqan : 72)

Terhadap ayat tersebut, Malik berkata dari Az Zuhri : “Dalam pertemuan yang di dalamnya ada acara minum khamr, mereka tidak menghadiri dan tidak menyukainya.”Muhammad bin Al Hanafiah berkata : “Az Zuur adalah laghwun dan nyanyian.”Az Zajaji menjelaskan : “Mereka tidak duduk menemani para pelaku maksiat, tidak mendukung mereka, dan mereka berlalu sebagai orang-orang terhormat. Mereka tidak meridhai hal-hal yang tidak berfaedah karena mereka menghormati diri mereka untuk mencampuri hal tersebut dan bergaul dengan orang-orangnya.”Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan : “Maksudnya, mereka tidak menghadiri majelis-majelis batil. Apabila mereka melewati apa yang tidak berfaedah, baik kata-kata atau perbuatan, mereka menjaga diri mereka dari menemani dan cenderung kepadanya. Dan termasuk di dalamnya adalah hari-hari besar orang-orang musyrik --sebagaimana para Salaf menafsirkannya--, nyanyian, dan segala macam kebatilan.”Beliau juga menjelaskan : “Az Zuur diartikan dengan perkataan dan perbuatan yang batil.” (Ighaatsatul Lahafan I:241-242)

Asy Syaukani berbicara tentang arti Az Zuur dalam kitabnya Fathul Qadiir juz III:89 lalu dia menyebut pendapat-pendapat para ulama kemudian berkata : “Dan yang paling utama adalah tidak mengkhususkan dengan salah satu jenis dari jenis-jenis az zuur, akan tetapi yang dimaksud adalah mereka tidak menghadiri semua hal yang termasuk Az Zuur apapun dan bagaimanapun.”Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah dalam Tafsir Al Karimi Ar Rahman mengatakan : “Mereka tidak menghadiri Az Zuur, baik perkataan, perbuatan yang haram, dan mereka menjauhi semua majelis yang mencakup perkataan-perkataan haram dan perbuatan-perbuatan haram seperti terlalu mempermasalahkan ayat-ayat Allah, perdebatan yang batil, ghibah, adu domba, mencela, menuduh zina, mengolok-olok, dan nyanyian yang diharamkan, meminum khamr dan menggelar sutera, gambar-gambar, dan sebagainya.

Ketiga, As Salaf radliyallahu 'anhum menjauhi majelis-majelis batil dan jahat. Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr diriwayatkan bahwa seorang laki-laki membuat makanan dan mengundangnya. Maka dia berkata : “Apakah di dalam rumah terdapat gambar-gambar?” Dia menjawab : “Ya!” Maka beliau menolak datang hingga gambar-gambar tersebut dihancurkan lalu beliau masuk.Imam Al Auza’i berkata : “Kami tidak memasuki pesta yang terdapat kebatilan dan alat-alat musik.”Pembaca yang budiman, dengan penjelasan para Salaf tersebut, jelaslah bagi kita bahwa Qaradhawi tidak merujuk kepada dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Dia semata-mata berfatwa dan berjalan seiring dengan apa yang dianggap baik oleh hawa nafsunya. Apakah maslahat yang dapat diambil dari menghadiri majelis-majelis yang melanggar hal-hal yang diharamkan Allah? Apakah sudah tidak ada lagi tempat untuk berdakwah?

Menghalalkan Sembelihan Orang Kafir Selain Ahli Kitab

Ketika mengunjungi Malaysia dan Jepang, Qaradhawi bertemu dengan wartawan dari Harian Asy Syarq lalu diadakanlah wawancara yang difokuskan pada fatwa seputar makanan dan sembelihan. Ditanyakan bagaimana menyikapi masakan dan makanan orang Jepang yang bukan Ahli Kitab? Qaradhawi menjawab :Sebenarnya ketika mengunjungi Jepang pada masa-masa sebelum ini, aku bersikap sangat keras. Tapi kali ini aku tidak mementingkannya dalam beberapa hal. Maka aku berkata pada mereka, tatkala Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ditanya tentang orang Majusi, beliau bersabda :“Perlakukan mereka seperti sunnahnya Ahli Kitab.”Majusi adalah bangsa yang mengatakan ada dua Tuhan yaitu Tuhan untuk cahaya dan kebaikan serta Tuhan untuk kejahatan dan kegelapan. Dan mereka juga menyembah api.Oleh karena itu, Syaikh Rasyid Ridha berpendapat dalam Tafsir Al Manaar bahwa orang-orang Budha dan yang lainnya dari pengikut agamaagama orang Timur, mereka harus diperlakukan seperti para Majusi yaitu perlakuan sama seperti Ahli Kitab apabila mereka kita anggap seperti orang Majusi. Dan hadits tadi mempunyai riwayat lain walaupun dhaif (lemah) yaitu :“Tidak boleh dinikahi para wanitanya dan tidak boleh dimakan sembelihan mereka.”Adapun berkaitan dengan larangan menikahi para wanitanya, ini adalah shahih karena Al Qur’an mengatakan :“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman.” (QS. Al Baqarah : 221)

Akan tetapi tentang sembelihan mereka, ini yang tidak benar. Dan aku katakan, apabila benar mereka menyembelih maka tidak ada halangan apabila kita memakan sembelihan mereka. Dalam beberapa negara dikatakan, sesungguhnya tersedia daging halal yang disembelih oleh tangan orang Islam dengan cara yang syar’i dan disebut asma Allah. Dan begitulah hingga daging tersebut lebih murah daripada daging biasa. Maka alasan apa yang mendorong kita dalam keadaan seperti ini tidak lain hanyalah kadang-kadang terdapat seorang atau dua orang mahasiswa di sebuah negeri di mana mereka tidak mendapatkan orang yang menjual daging halal. Menetap beberapa tahun di negeri perantauan tanpa memakan daging adalah satu hal yang memberatkan. Maka bisa saja dalam keadaan seperti ini dia mengambil rukhshah (keringanan) akan tetapi aku memberikan syarat agar daging tersebut disembelih. Dan penyembelihan syar’i bukanlah harus menggunakan pisau dan melakukan begini-begitu akan tetapi penyembelihan yang memotong leher. (Harian Asy Syarq, 9 Muharram 1418 H/16 Mei 1997 M)

Aku berkata, sesungguhnya Qaradhawi dalam fatwanya yang menghalalkan sembelihan selain Ahli Kitab ini dilakukan atas dasar hal-hal sebagai berikut :
1. Pengalihan dari tingkatan tasyadud (keras) menjadi tingkatan tasahul (meremehkan).
2. Pengkiasan watsaniy (para penyembah berhala) dan orang-orang musyrik kepada Majusi atas dasar hadits :“Perlakukan mereka seperti sunnahnya Ahli Kitab.”Dan fatwa Rasyid Ridha tentang dibolehkannya sembelihan orang Budha dan lainnya dari para penganut agama-agama Timur.
3. Menetapnya para pelajar dalam delegasi pelajar bertahun-tahun tanpa makan daging adalah bukan hal yang mudah menurut Qaradhawi.

Poin pertama, perkataan Qaradhawi :“Sebenarnya ketika mengunjungi Jepang pada masa-masa sebelum ini, aku bersikap sangat keras. Tapi kali ini aku tidak mementingkannya dalam beberapa hal.”Mungkin saja dengan perkataan itu dia ingin agar kebanyakan manusia ridha --walaupun dengan mengorbankan agama-- lalu memperbolehkan memakan sembelihan orang kafir dan musyrik selain Ahli Kitab hingga tidak terkesan di hadapan manusia bahwa dia berpendapat keras. Allah telah berfirman :“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘ini halal dan ini haram’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. An Nahl : 116)

Poin kedua, tentang pengkiasan seluruh orang musyrik dengan Majusi maka aku berkata kepada Qaradhawi, sebelumnya kuatkanlah singgasanamu lalu ukirlah baik-baik (pikirkan dulu baru bicara). Hadits : “Perlakukanlah mereka seperti sunnahnya Ahli Kitab.”Yang kamu jadikan sebagai dalil adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Malik dalam Al Muwaththa’ kitab Zakat bab 24 hadits 42. Ia mengatakan : Dari Ja’far bin Muhammad bin Ali dari ayahnya bahwa Umar bin Khaththab menyebutkan tentang orang Majusi lalu ia berkata :“Aku tidak mengetahui bagaimana yang harus aku perbuat dalam urusan mereka.” Maka Abdurrahman bin Auf berkata : “Aku bersaksi bahwa aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :‘Perlakukanlah mereka seperti sunnahnya Ahli Kitab.’”Hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf juz I halaman 325 hadits nomor 1925, Abdurazzaq dalam Al Mushannaf kitab ke-8 bab 144 hadits nomor 2. Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Hadits ini munqathi’ (terputus sanadnya) karena Muhammad bin Ali tidak bertemu Umar ataupun Abdurrahman.” (At Talkhiis Al Habiir III:172). Al Hafizh Ibnu Katsir berkata : “Hadits tersebut tidak benar diriwayatkan dengan lafal ini.” (Tafsiir Ibnu Katsiir dalam surat Al Ma’idah ayat 5 dan didhaifkan pula oleh Al Albani dalam Irwaa’ul Ghaliil 1248). Seandainya hadits ini shahih maka keumumannya gugur karena telah dikhususkan dengan mafhum ayat ini sebagaimana dikatakan oleh Al Hafizh Ibnu Katsir : “Seandainya diterima keshahihan hadits ini maka keumumannya dikhususkan dengan mafhum ayat :‘Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al Kitab itu halal bagimu.’Artinya bahwa makanan orang selain Ahli Kitab dari para penganut agama lain adalah tidak halal.” (Tafsiir Ibnu Katsiir surat Al Ma’idah ayat 5)

Adapun hadits ghairu naakihii Nisaa’ihim walaa aakilii dzabaa’ihihim (tidak boleh dinikahi para wanitanya dan tidak boleh dimakan sembelihan mereka), Qaradhawi menyangka bahwa baris pertama dari pengecualian ini adalah shahih (tidak dinikahi para wanitanya) dan baris kedua (dan tidak boleh dimakan sembelihannya) adalah dhaif. Maka aku tidak mengerti bagaimana Qaradhawi menshahihkan baris yang pertama dan mendhaifkan baris yang kedua padahal para muhaddits telah menghukumi bahwa kedua baris hadits tersebut adalah sama-sama dhaif karena dalam sanadnya terdapat Qais bin Ar Rabi’, seorang yang dhaif ditambah lagi hadits ini mursal. Hal ini disebutkan oleh Al Hafizh dalam At Talkhiish Al Habiir III:172.

Memang, orang yang berbicara dalam sesuatu yang bukan bidangnya akan menghasilkan hal-hal yang aneh. Selain hadits tersebut dhaif dan tidak tsabit juga telah terjadi ijma’ atas diharamkannya sembelihan orang Majusi. Ibnu Abdil Barr berkata : “Sesungguhnya para ulama Islam telah bersepakat bahwa orang Majusi tidak diperlakukan seperti sunnahnya Ahli Kitab dalam menikahi wanitanya dan hukum sembelihannya.” (At Tamhiid II:116)

Ibnu Qudamah Al Maqdisy berkata : “Para ahlul ilmi telah bersepakat atas haramnya binatang buruan dan sembelihan orang Majusi kecuali hewan yang tidak disembelih seperti ikan dan belalang karena mereka sepakat membolehkannya.” Beliau juga berkata : “Dan hukum seluruh orang kafir dari para penyembah berhala, para zindiq, dan lainnya sama seperti haramnya sembelihan dan binatang buruan orang Majusi kecuali ikan dan belalang dan seluruh binatang yang halal bangkainya.” (Al Mughnii VIII:570-571)

Al Qurthubi menjelaskan : “Adapun Majusi, maka para ulama --kecuali yang menyendiri dalam pendapatnya-- bersepakat bahwa sembelihan dan binatang-binatang buruan mereka tidak boleh dimakan dan wanita mereka tidak boleh dinikahi. Karena mereka bukan Ahli Kitab.” (Al Jaami’ li Ahkaamil Qur’aan VI:77-78)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “Adapun orang-orang Majusi yang telah kami sebutkan pembicaraan tentang mereka didasarkan oleh dua hal, salah satunya bahwa sembelihan-sembelihan mereka tidak boleh dimakan dan wanitanya tidak boleh dinikahi.” Kemudian Syaikh mengatakan bahwa orang-orang Majusi bukanlah Ahli Kitab dengan memberikan alasan dan dalil-dalil. Rujuklah perkataannya tentang masalah haramnya sembelihan orang-orang Majusi dari Majmuu’ Fataawaa jilid ke-32 halaman 187-190.

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Adapun orang Majusi, walaupun kepada mereka dikenakan jizyah (upeti) sebagaimana yang dikenakan kepada Ahli Kitab akan tetapi sembelihan mereka tidak boleh dimakan dan wanita mereka tidak boleh dinikahi.” (Tafsiir Ibnu Katsiir dalam ayat yang dimaksud)

Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Sembelihan Majusi adalah haram bagi kita dan ini pendapat jumhur ulama.” (Majmuu’ Syarh Muhadzdzab IX:79)

Imam Syaukani menafsirkan ayat : “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al Kitab itu halal bagimu.” Beliau berkata : “Yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah Yahudi dan Nasrani. Sedangkan Majusi, jumhur ulama berpendapat bahwa sembelihan-sembelihan mereka tidak boleh dimakan dan para wanitanya tidak boleh dinikahi karena Majusi bukanlah Ahli Kitab. Ini adalah yang masyhur di kalangan ahlul ilmi.” (Fathul Qadiir II:14)

Pembaca yang budiman, kita sudah mengetahui tentang dhaifnya hadits yang dijadikan dalil oleh Qaradhawi untuk menghalalkan sembelihan orang Majusi dan orang kafir selain Ahli Kitab. Telah jelas pula bagi kita tentang ijma’ dan fatwa ulama atas diharamkannya sembelihan-sembelihan orang Majusi dan orang-orang kafir selain Ahli Kitab. Maka jelaslah bagi kita bahwa Qaradhawi hanya ingin membela fatwanya sendiri yang batil atas dibolehkannya memakan sembelihan orang kafir dan musyrik selain Ahli Kitab. Qaradhawi mengkiaskan fatwanya kepada bolehnya memakan sembelihan orang kafir Majusi padahal disebutkan haramnya sembelihan-sembelihan orang Majusi. Bagaimana bisa mengkiaskan satu hukum kepada sumber yang batil? Tak dapat disangkal lagi bahwa Qaradhawi berusaha merombak berbagai panji-panji agama dengan berkedok wasithiyah (agama moderat) dan mempermudah serta tidak fundamentalis.

Adapun pengecualiannya terhadap pendapat Muhammad Rasyid Ridha yang membolehkan sembelihan orang Budha dan agama-agama Timur penyembah berhala lainnya maka patut dipertanyakan padanya, siapakah Muhammad Rasyid Ridha jika dibandingkan dengan para imam Muslimin yang telah sepakat tentang haramnya sembelihan Majusi dan orang kafir selain Ahli Kitab? Para ulama dan ahli fikih telah membantah orang-orang yang lebih utama dari Muhammad Rasyid Ridha, Qaradhawi, dan ahlul ahwa lainnya seperti Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid, seorang imam ahli fikih yang berpendapat tentang halalnya sembelihan orang Majusi.Tatkala menyebutkan keganjilan pendapat Abu Tsaur dalam masalah ini, Al Hafizh Ibnu Katsir berkata : “Setelah ia (Abu Tsaur) mengatakan tentang halalnya sembelihan orang Majusi dan populerlah pendapat ini maka para fuqaha mengingkarinya. Sampai-sampai Imam Ahmad mengatakan bahwa dalam hal ini dia seperti namanya yaitu Abu Tsaur (Abu Tsaur berarti : Bapaknya sapi, penterj.).” (Tafsiir Ibnu Katsiir II:21)

Poin ketiga, perkataan Qaradhawi tentang keberadaan sebagian mahasiswa di negeri kafir yang bukan Ahli Kitab dan ketidaksabaran mereka untuk tidak makan daging sementara waktu, tidak menjadikan hal yang haram menjadi halal.

Menghalalkan Produk Yang Mengandung Daging, Lemak, Dan Tulang Babi Yang Sudah Diproses Secara Kimia

Dalam sebuah harian, Yusuf Al Qaradhawi mengatakan :Masalah babi dan apa saja yang berasal dari babi bila diproses secara kimia maka aku katakan apabila barang najis yang telah diproses secara kimia maka ia telah berubah. Dan sesuatu yang najis apabila telah berubah maka menjadi suci. Para ahli fikih mengatakan : “Sesuatu yang telah berubah sebagai contoh kulit apabila dibakar dengan api dan berubah menjadi debu menjadi sangat suci.” Khamr yang aslinya adalah anggur tatkala berubah menjadi cuka menjadi suci dan hukumnya sama dengan cuka lainnya. Ulama mengatakan : “Kalau ada seekor anjing jatuh di tambang garam dan melebur dengan garam, dia tidak lagi dihukumi anjing.”Menurutku, terdapat persamaan dalam hal ini. Mereka mengatakan gelatin berasal dari tulang akan tetapi diproses secara kimia hingga hilang asalnya. Begitu pula dengan pasta gigi dan sabun. Barang-barang ini telah melalui proses kimia secara benar (sehat) dan bisa jadi asalnya dari tulang babi dan lainnya. Dan ini tidak membahayakan. (Harian Asy Syarq Ash Shadiran, 9 Muharram 1418 H/15 Mei 1997 M)

Saudara pembaca yang budiman, untuk menjelaskan kebatilan perkataan Qaradhawi ini, penulis memiliki beberapa bantahan :
Pertama, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan daging dan lemak babi bagi orang Islam dengan firman-Nya :“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” (QS. Al Baqarah : 173)

Ketika menjelaskan makna wa lahmul khinziir (dan daging babi) dalam surat Al Ma’idah ayat 3, Imam Al Qurthubi rahimahullah mengatakan : “Allah mengkhususkan daging dari babi untuk menunjukkan diharamkannya zat babi itu, baik disembelih atau tidak dan ini mencakup lemaknya.” Beliau juga mengatakan : “Umat telah bersepakat atas diharamkannya lemak babi.” (Ahkaamul Qur’aan II:222)
Sedangkan Al Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini : “Dan firman Allah wa lahmul khinziir yaitu baik yang jinak (piaraan) maupun yang liar dan daging mencakup semua bagiannya termasuk lemaknya.”

Kedua, apabila diketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan babi, lemak, dan minyaknya maka wajib bagi setiap Muslim untuk menerima syariat-Nya dengan menjauhi babi, lemak, dan minyaknya. Dan hendaknya tidak menempuh cara-cara Ahli Kitab dalam berdalih untuk menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan lemak (gajih) kepada mereka maka mereka menggunakan berbagai dalih dan cara untuk mengotak-atik syariat Allah. Mereka mencairkan lemak babi lalu menjualnya dan memakan uang hasil penjualannya. Hadits dari Umar radliyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :“Allah melaknat orang Yahudi dan mengharamkan lemak bagi mereka maka mereka mencairkannya lalu menjualnya.” (Muttafaq Alaih)

Dan dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :“Allah telah melaknat Yahudi tiga kali. Sesungguhnya Allah mengharamkan lemak babi atas mereka maka mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan mengharamkan kepada suatu kaum untuk memakan sesuatu kecuali pastilah Dia mengharamkan penjualannya.”Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah memperingatkan kita agar menghindari dari cara-cara yang ditempuh Yahudi. Beliau bersabda :“Jangan engkau berbuat seperti perbuatan orang Yahudi, mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dengan tipuan yang paling hina (Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Bathah dalam Tafsiir Ibnu Katsir pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : “Dan tanyakanlah kepada Bani lsrail tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka.” Ia berkata : “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash Shibah Az Za’farani, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda ... .” Hadits ini dihasankan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmuu’ Fataawaa juz 29 halaman 29 ketika berbicara tentang larangan al hiyal (membuat muslihat). Beliau berkata : “Ibnu Bathah telah meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu Hurairah.” Lalu beliau membacakan ayat tersebut. Ibnu Katsir berkata setelah menyebut sanad hadits tersebut : “Sanad ini baik karena Ahmad bin Muhammad bin Muslim ini disebutkan oleh Al Khathib dalam Tarikh-nya dan ditsiqahkan oleh para perawi lainnya yang sudah masyhur ketsiqahannya dan Tirmidzi sering menshahihkan sanad seperti ini.”) .”

Ketiga, Qaradhawi memusatkan fatwanya yang sesat pada proses kimia untuk membolehkan hasil produk yang tercampur dengan daging, minyak, atau tulang babi. Dalam hal ini telah terjadi perbedaan diantara para imam dan ahli fikih. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa hal tersebut tetap haram tidak menjadikan suci dan halal. Namun ada pula yang menyatakan suci dan halal setelah berproses menjadi zat lain. Itu pun dengan syarat apabila berubah secara alamiah (dari Allah) tetapi jika diproses oleh manusia dan berubah menjadi zat yang lain maka mereka tidak membolehkannya. Hal ini berdasarkan atas larangan Nabi kepada para shahabatnya untuk merubah khamr menjadi cuka sebagaimana tersebut dalam hadits Anas yang akan kami sebutkan mendatang.Keempat, anggaplah apa yang dikatakannya benar --padahal hal tersebut tidak boleh sebagaimana telah disebutkan-- yaitu bahwa najis yang telah berubah menjadi zat lain karena proses yang dilakukan oleh manusia adalah halal, kita tidak mengetahui apakah daging, tulang, dan lemak babi dalam produksi itu digunakan sebelum diproses atau sesudah diproses?

Dan saya menganggap mustahil yang digunakan itu adalah zat babi yang telah diproses dengan alasan sebagai berikut :
i. Ketidaktahuan kita akan proses tersebut dari orang yang tsiqah (terpercaya).
ii. Orang-orang Kristen di Barat selalu memasang label halal untuk makanan yang bebas babi dan label haram untuk makanan yang mengandung babi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memang menggunakan daging, tulang, dan lemak babi dalam produk tanpa dirubah terlebih dahulu.
iii. Mereka (orang Kristen) mempergunakan daging, tulang, dan lemak babi dalam beberapa produksi untuk tujuan tertentu, seperti penyedap rasa dan memperhalus/memperlembut beberapa produk pembersih dan pasta dan tujuan yang dikenal di kalangan mereka.Dan sudah dimaklumi bahwa daging, lemak, dan tulang babi apabila diproses sudah pasti berubah menjadi zat lain. Kalau tidak, bukan proses perubahan namanya dan tidak ada manfaatnya.Kelima, berbagai dalih yang disebutkan oleh Qaradhawi dalam membolehkan dan menggunakan tulang babi, lemak, dan minyaknya untuk sebuah produk adalah rekayasa syaithaniyah untuk menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan khamr maka ada shahabat yang berusaha untuk memprosesnya dan merubahnya menjadi cuka serupa dengan proses kimia seperti yang didengungkan oleh Qaradhawi. Maka Rasulullah tetap tidak memperbolehkannya. Dalam hadits riwayat Muslim dari Anas radliyallahu 'anhu disebutkan bahwa Rasulullah ditanya tentang khamr apakah bisa digunakan menjadi cuka, beliau menjawab : “Tidak!”Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam juga melarang memproses dan merubah khamr menjadi cuka meskipun khamr tersebut adalah harta warisan anak yatim yang sedang dibutuhkan. Dalam hadits Anas bin Malik diriwayatkan bahwa Abu Thalhah bertanya kepada Nabi tentang anak yatim yang mewarisi khamr. Beliau bersabda : “Tumpahkanlah!” Ia menjawab : “Apakah aku tidak boleh menjadikannya cuka?” Beliau menjawab : “Tidak!” (HR. Abu Daud)

Pembaca yang budiman, perhatikanlah larangan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk merubah khamr menjadi cuka dan membuang kemaslahatan khamr tersebut bagi anak-anak yatim. Hal ini menunjukkan larangan menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah. Bahkan Nabi melarang para shahabat yang ingin meminyaki kulit dan mengecat kapal dengan lemak bangkai. Hal ini disebutkan dalam hadits Jabir radliyallahu 'anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda pada tahun Al Fath (Fathu Makkah) ketika itu ia berada di Mekkah :“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah melarang menjual khamr dan bangkai, babi, serta patung-patung.” Seorang shahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang lemak-lemak bangkai yang digunakan untuk mengecat kapal, meminyaki kulit, dan minyak lampu?” Rasulullah menjawab : “Tidak boleh, itu haram!” Kemudian beliau bersabda : “Semoga Allah memerangi Yahudi. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka lemak-lemak (bangkai) lalu mereka mencairkan dan menjualnya lalu memakan uang hasil penjualan tersebut.” (HR. Jamaah)

Kalaulah dibolehkan untuk menghalalkan sesuatu yang haram dengan suatu cara pastilah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memberitahukannya kepada para shahabat supaya mereka tidak menyia-nyiakan suatu maslahat atas diri mereka karena mereka membutuhkannya. Bukankah Rasulullah lebih mengasihi umat daripada Qaradhawi sang Faqihul Islam (seperti dugaan mereka)?!Keenam, tidak ada seorang ulama pun, baik yang dahulu atau sekarang yang fatwanya sesuai dengan pendapat Qaradhawi. Fatwa ulama terdahulu telah penulis nukil sebagiannya.
Sedangkan ulama zaman sekarang maka inilah sebagian perkataan mereka :
Telah dilayangkan beberapa pertanyaan kepada Lajnah Ad Daimah yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dan beranggotakan Syaikh Abdullah bin Qu’ud dan Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi.

Pertanyaan : “Bolehkah mempergunakan parfum, deodorant, pasta gigi, es krim, dan shampoo yang mengandung alkohol atau sabun yang mengandung minyak babi? Apakah khamr itu najis sebagaimana air seni dan daging serta roti yang tercampur minyak atau darah babi walaupun kadarnya rendah sekali? Kami mohon diberi fatwa karena kami ditugaskan belajar di Amerika dan seorang pelajar Amerika Muslim telah memperingatkan kami.”

Jawaban : “Pada asalnya segala sesuatu adalah halal dan suci. Maka tidak seseorang pun yang berhak menghukumi sesuatu itu haram dan najis kecuali dengan dalil syar’i. Kapan saja engkau yakin atau punya dugaan kuat bahwa daging dan roti yang halal bercampur dengan minyak ataupun darah babi maka engkau tidak boleh mengkonsumsinya. Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma’ telah menunjukkan atas diharamkannya daging babi. Dan para ulama telah berijma’ bahwa hukum lemak babi sama dengan hukum dagingnya. Adapun bila engkau tidak mengetahuinya maka engkau boleh memakan sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa hukum asal dari segala sesuatu adalah halal hingga terdapat dalil yang mengharamkannya.” (Fataawaa Islaamiyyah III:44)

Saudara pembaca yang budiman, telah jelaslah bagi kita dalil-dalil dan fatwa ulama tentang haramnya babi, daging, darah, dan lemaknya. Kita tidak boleh menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dengan tipuan karena upaya menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah dengan cara tersebut adalah salah satu perbuatan Yahudi yang dilaknat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.Setiap Muslim diwajibkan untuk berhati-hati terhadap menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah dengan berbagai makar dan tipu daya. Dan hendaknya dicamkan bahwa dia tidak akan selamat dari Allah atas segala makarnya, baik perkataan ataupun perbuatan. Ingatlah, Allah memiliki suatu hari di mana akan direndahkan orang-orang besar. Pada hari itu akan dibuka segala rahasia, akan diungkap segala isi hati, yang batil akan terlihat, yang rahasia menjadi terang, yang tertutup akan terbuka, yang tidak diketahui akan terlihat, segala isi hati akan dibongkar sebagaimana dibangkitkan dan dikeluarkannya segala isi kubur. Di sana berlaku hukum Allah berdasarkan tujuan dan niat sebagaimana telah berlaku hukum-Nya di dunia berdasarkan sisi zahir perkataan dan gerakan. Pada hari itu wajah-wajah akan menjadi cerah karena hati-hati mereka yang dipenuhi nasihat dari Allah, Rasul, dan Kitab-Nya dan dihiasi dengan kebajikan, kejujuran, dan keikhlasan kepada Dzat Yang Maha Besar dan Agung. Dan akan menghitam wajah orang-orang yang hatinya penuh dengan tipu daya, dusta, kecurangan, makar, dan rekayasa. Di sana para pendusta akan mengetahui bahwa mereka telah mendustai dirinya sendiri dan mempermainkan agamanya. Mereka tidak membuat makar kecuali hanya kepada dirinya sendiri dan mereka tidak sadar.” (I’laamul Muwaqqi’iin III:214-215)

Maka wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati dan mewaspadai fatwa sesat dan menyesatkan yang jauh dari dalil Al Qur’an, As Sunnah, dan manhaj Salaf radliyallahu 'anhum.Akhirnya saya menyimpulkan bahwa tidak ada yang tersisa bagi Qaradhawi kecuali menghalalkan bagi Muslimin daging anjing, keledai piaraan, kera, kucing, gagak, rajawali, dan seluruh makanan yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Berbagai upaya dan makar telah ditempuhnya untuk menghalalkan daging, lemak, dan minyak babi. Sedangkan dalil-dalil yang mengharamkan makanan tersebut ditepisnya dengan cara yang batil!!!

(Sumber : Kitab Raf'ul Litsaam 'An Mukhaalaafatil Qaradhawi Li Syari'atil Islaam, edisi Indonesia Membongkar Kedok Al Qaradhawi, Bukti-bukti Penyimpangan Yusuf AL Qardhawi dari Syari'at Islam. Penerbit Darul Atsar Yaman. Diambil dari www.assunnah.cjb.net) diambil dari www.salafy.or.id

Yusuf Qardhawi si Ahlul Bid'ah

بسم الله الر حمن الرحيم
SIAPAKAH DR YUSUF QARDHAWI -HADAHULLAH-
Oleh : Abu Afifah

Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasulullah. Wa ba’du :
Sesungguhnya bencana yang tengah menimpa umat dewasa ini adalah menjamurnya kelompok-kelompok orang yang berani memanipulasi (memalsukan) “selendang ilmu” dengan mengubah bentuk syari’at Islam dengan istilah “tajdidi” (pembaharuan), mempermudah sarana-sarana kerusakan dengan istilah “fiqih taysiir” (fiqih penyederahanaan masalah), membuka pintu-pintu kehinaan dengan kedok “ijtihad” (upaya keras untuk mengambil konklusi hukum Islam), melecehkan sederet sunnah-sunnah Nabi dengan kedok “fiqih awlawiyyat” (fiqih prioritas), dan berloyalitas (menjalin hubungan setia) dengan orang-orang kafir dengan alasan “memperindah corak (penampilan) Islam”. Tokoh yang menjadi pentolannya adalah seorang tukang fatwa lewat parabola, Yusuf Qardhawi, yang berusaha keras menyebarkan gagasan-gagasan pemikiran di atas lewat tayangan-tayangan parabola, jaringan-jaringan internet, konfrensi-konfrensi, studi-studi keislaman, ceramah-ceramah, dan lain-lain. Lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapan pembaca ini memuat ringkasan dari beberapa ide pemikiran tokoh ini (Qardhawi) yang dengan berbagai cara berusaha melariskan ide-ide pemikiran tersebut. Sengaja penulis tampilkan gagasan-gagasan Qardhawi ini sebagai upaya memberi nasehat kepada umat Islam, dan sebagai pernyataan berlepas diri, serta memberi peringatan kepada umat Islam agar selalu waspada terhadap tokoh ini (Qardhawi) dan tokoh-tokoh lain yang seide dengannya. Penulis tidak berpanjang kalam dalam mengemukakan bantahan terhadap tokoh ini (Qardhawi), karena apa yang akan penulis paparkan di sini masih dipandang kontroversial (nyeleneh) oleh kalangan orang-orang awam. Siapa yang ingin mengetahui secara rinci uraian tentang gagasan-gagasan pemikiran Qardhawi berikut sanggahan-sanggahannya, semuanya telah tercantum di dalam kitab “Al-I’laam binaqdi Al-Kitab Al-Halal wa Al-Haram” (“Kritik terhadap kitab ‘Halal dan Haram’ "Qardhawi) karya Syeikh Shalih Alu Fauzan, juga “AR-Raddu ‘Ala Al-Qardhawi” (Karya Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy, pent.), dan kitab-kitab lainnya . PERTAMA : SIKAP (PENDIRIAN) QARDHAWI TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR Qardhawi bersikap plin-plan dan mematikan aqidah (keyakinan) wala’ (berloyalitas kepada orang-orang beriman) dan bara’ (bermusuhan) dengan orang-orang kafir. Silahkan anda simak gagasan-gagasan pemikiran Yusuf Qardhawi berikut ini : 1. Berkenaan dengan orang-orang Nashrani, Qardhawi berkata : “Semua urusan yang berlaku di antara kita (maksudnya : kaum muslimin dan orang-orang Nashrani, pent.) menjadi tanggungjawab kita bersama, karena kita semua adalah warga dari tanah air yang satu, tempat kembali kita satu, dan umat kita adalah umat yang satu. Aku mengatakan sesuatu tentang mereka, yakni saudara-saudara kita yang menganut agama Masehi (Kristen) – meskipun sementara orang mengingkari perkataanku ini – “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”. Ya, kita (kaum muslimin, pent.) adalah orang-orang beriman, dan mereka (para penganut agama Kristen) juga orang-orang beriman dilihat dari sisi lain. 2. Melalui acara yang sama, Qardhawi mengatakan – berkenaan dengan orang-orang Kristen Qibthi (di Mesir) – bahwa orang-orang Kristen Qibthi pun dapat mempersembahkan barisan syuhada’ (orang-orang yang mati syahid).  3. Qardhawi berkata : “Sesungguhnya rasa cinta (persahabatan) seorang muslim dengan non-muslim bukan merupakan dosa.” 4. Qardhawi berkata : ”Permusuhan yang terjadi antara kita (kaum muslimin) dengan orang-orang Yahudi semata-mata dilatarbelakangi masalah sengketa tanah (wilayah Palestina, pent.) bukan dilatarbelakangi masalah agama”. Dan Qardhawi menyatakan bahwa firman Allah لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ أَشْرَكُوْا.... (المائدة : 82) Artinya : “Niscaya engkau akan dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik….” (Q.S. Al Maidah : 82) hanya berlaku untuk situasi yang ada di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bukan untuk situasi di zaman sekarang, di samping itu dapat diketahui bahwa firman Allah pada akhir ayat di atas menjadi dalil (bukti) tentang eratnya hubungan persahabatan orang-orang Nashrani di zaman sekarang dengan kaum muslimin”. Qardhawi juga mengatakan : “Apabila kaum muslimin kuat kedudukannya, maka berarti kuat pula kedudukan saudara-saudara mereka yang menganut agama Masehi (Kristen) tanpa diragukan sedikit pun. Dan apabila kaum muslimin lemah kedudukannya, maka berarti lemah pulalah kedudukan orang-orang yang menganut agama Masehi (Kristen)”. 5. Qardhawi menyatakan dalam berbagai kesempatan bahwa Islam – menurut klaim Qardhawi – menghormati agama-agama mereka (orang-orang Yahudi dan Nashrani. pent.) yang telah diubah oleh tangan manusia, dan Qardhawi mengatakan bahwa status (kedudukan) orang-orang Yahudi dan Nashrani sejajar dengan status, (kedudukan) kaum muslimin ; mereka boleh mengambil hak-hak mereka secara utuh dan mereka bertanggungjawab melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka dengan sebaik-baiknya, sedangkan status tanah air (wilayah negara) menjadi milik bersekutu antara warga negara muslim dan warga negara Nashrani. Qardhawi menyatakan bahwa Islam menitikberatkan sisi-sisi persamaan antara kita (kaum muslimin) dan mereka (orang-orang Nashrani) dan tidak menitikberatkan sisi-sisi perbedaan, dan bahwa kaum muslimin bersama orang-orang Nashrani semuanya harus berdiri tegak membentuk satu barisan di dalam satu tanah air (negara) yang menjadi milik mereka bersama untuk menentang berbagai penyelewengan, kezhaliman, dan kesewenang-wenangan”. Qardhawi juga mengatakan bahwasannya jihad itu disyariatkan untuk membela semua agama, bukan hanya untuk membela agama Islam saja. Dan Qardhawi membolehkan (kaum muslimin) memberikan ucapan selamat pada hari besar-hari besar mereka (orang-orang Nashrani) , dan Qardhawi membolehkan (kaum muslimin) memberikan kekuasaan kepada orang-orang non-muslim untuk menduduki jabatan-jabatan dan departemen-departemen. 6. Qardhawi menyatakan bahwa “jizyah” (upeti) hanya diambil dari orang-orang kafir dzimmy manakala mereka tidak ikut berperang membela tanah air (negara). Adapun di zaman sekarang ini, jizyah (upeti) itu tidak boleh lagi diambil dari mereka (orang-orang kafir dzimmy), karena zaman sekarang ini kewajiban untuk masuk tentara (dinas militer) kedudukannya disetarakan antara warga negara muslim dan warga negara non-muslim. KEDUA : SIKAP QARDHAWI TERHADAP AHLI BID’AH Pembaca akan dapati bahwa apabila Qardhawi berbicara tentang ahli bid’ah tampaknya ia sedang berbicara tentang lawan (musuh) yang tidak ada waujudnya. Karena pada satu kesempatan Qardhawi berbicara tentang kelompok Mu’tazilah dan Khawarij terdahulu, namun pada kesempatan yang lain Qardhawi memuji para pewaris (pelanjut) faham mereka. Adapun kelompok Raafidhah yang menjadi pewaris aqidah Mu’tazilah dan kelompok Rafidhah ini menambah-nambah (menyusupkan) berbagai kesesatan yang besar ke dalam faham Mu’tazilah yang sepersepuluh (10%) dari kesesatan-kesesatan itu saja cukup untuk menyetarakan mereka (kelompok Rafidhah) dengan Abu Jahal, pembaca dapati Qardhawi membela mereka dan mengaku bersaudara dengan mereka. Bahkan Qardhawi menilai upaya membangkitkan perselisihan dengan mereka sebagai pengkhianatan terhadap umat Islam. Dan Qardhawi menilai kutukan yang dilontarkan kaum Rafidhah terhadap para sahabat Nabi, tahrif (mengubah lafazh dan makna) Al Qur’an yang mereka lakukan, pendapat mereka bahwa imam-imam mereka terpelihara dari kesalahan (ma’shum), dan pelaksanaan ibadah haji mereka di depan monumen-monumen kesyirikan, dan kesesatan-kesesatan mereka yang lainnya, semua itu hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah aqidah. Demikian pula berkenaan dengan para pewaris (pelanjut) faham Khawarij dewasa ini yaitu kelompok Ibadhiyyah, Qardhawi mengatakan hal yang sama (yakni Qardhawi menilai kesesatan-kesesatan aqidah kelompok Ibhadiyah tersebut hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah aqidah, pent.) Sedang kelompok Asy’ariyyah dan Maturidiyyah dinilai oleh Qardhawi sebagai kelompok Ahlussunnah dan masalah ini tidak perlu diperdebatkan. KETIGA : SIKAP QARDHAWI TERHADAP SUNNAH Qardhawi terbawa arus kelompok rasionalis (pemuja akal) dalam memahami sunnah (hadits) lewat akal mereka yang kerdil dan pemahaman mereka yang rusak. Bertolak dari pemahaman kaum rasionalis (pemuja akal) inilah Qardhawi menolak sebagain sunnah (hadits) dan memalingkan makna sebagian sunnah yang lainnya, yang menurut hawa nafsunya, tidak layak difahami secara lahir. Coba pembaca simak beberapa pendapat Qardhawi dalam mensikapi sunnah (hadits) : 1. Di dalam “Shahih Muslim” terdapat hadits marfu’ (hadits yang rangkaian perawinya sampai kepada Nabi) yang shahih : "إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ" Artinya : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu masuk nereka”. Dan para ulama telah sepakat tentang kepastian hal itu (yaitu bahwa ayah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) masuk neraka, pent.) Qardhawi berkomentar : “Aku katakan : ’Apa dosa Abdullah bin Abdul Muththalib sampai-sampai dia masuk neraka, padahal dia termasuk ahlul Fatrah (orang-orang yang hidup pada masa transisi di antara dua orang rasul, pent.). Menurut pendapat yang benar bahwa mereka (ahlul Fatrah) ini selamat dari siksa neraka’.” 2. Di dalam “Shahih Bukhari” dan “Shahih Muslim” tercantum hadits marfu’ yang shahih : يُوْتَى بِالْمَوْتِ كَهَيْئَةِ كَبْشٍ أَمْلَحَ Artinya : “Maut (kematian) akan didatangkan (pada hari kiamat) dalam bentuk seekor domba jantan berwarna sangat biru”. (H.R. Bukhari - Muslim) Qardhawi berkata : “Telah dapat diketahui dengan yakin (pasti) yang kepastiannya telah ditetapkan oleh akal dan wahyu bahwa kematian itu bukan seekor domba jantan atau sapi jantan atau salah satu jenis binatang”. 3. Di dalam “Shahih Bukhari” tercantum hadits marfu’ yang shahih : لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً. (رواه البخاري) Artinya : “Tidak akan beruntung suatu kaum (bangsa) yang menguasakan urusan (pemerintah) mereka kepada wanita”. (H.R. Bukhari) Qardhawi berkata : “Ketentuan ini hanya berlaku di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di mana hak untuk menjalankan pemerintahkan ketika itu hanya diberikan kepada kaum laki-laki sebagai sikap kesewenang-wenangan. Adapun di zaman sekarang ini ketentuan ini tidak berlaku”. 4. Disebutkan di dalam hadits yang shahih : مَا رَأَيْتُ مِن ناَقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَسْلَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ Artinya : “Aku tidak pernah melihat makhluk yang kurang sempurna akalnya dan kurang sempurna ketaatan mengamalkan agamanya yang lebih mampu menggoyahkan hati seorang laki-laki yang teguh sekalipun daripada masing-masing orang di antara kalian (kaum wanita)”. Qardhawi berkata : “Sesungguhnya pernyataan ini terlontar dari ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk bergurau”. 5. Disebutkan dalam hadits shahih : "لاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ" Artinya : “Seorang muslim tidak dijatuhi hukuman bunuh (hukum qishash) disebabkan membunuh orang kafir”. Setelah Qardhawi menyatakan bahwa seorang muslim harus dijatuhi hukum bunuh (qishash) disebabkan ia membunuh orang kafir – suatu pernyataan yang bertentangan dengan ketentuan yang terkandung di dalam hadits di atas – Qardhawi berkata : “Sesungguhnya pendapat ini (pendapat yang mengatakan bahwa seorang muslim harus dijatuhi hukuman qishash lantaran membunuh orang kafir, pent.) adalah pendapat yang benar, yang tidak layak pendapat yang lainnya diterapkan di zaman kita ini. Dan dengan memperkuat pendapat ini, berarti kita telah membatalkan semua argumen (alasan) pendapat lain. Dengan begitu berarti kita telah mengibarkan bendera syari’at Islam yang putih cemerlang (terang-benderang)”. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat Qardhawi yang meyimpang (sesat) dalam mensikapi Sunnah Nabi di samping pendapat-pendapat Qardahwi yang telah diutarakan di atas. KEEMPAT : SIKAP QARDHAWI TERHADAP KAUM WANITA Qardhawi berusaha mengoyak tabir (hijab) yang menutupi kaum wanita dengan berbagai cara yang dapat ia lakukan. Berulangkali Qardhawi menyatakan bahwa memisahkan tempat kaum wanita dari tempat kaum pria hukumnya adalah bid’ah dan tergolong tradisi yang tidak berasal dari ajaran Islam , dan bahwa sekat (pembatas) yang memisahkan tempat kaum wanita dari tempat kaum pria harus dilenyapkan. Qardhawi berkata dengan redaksi berikut ini : “Dalam usiaku yang telah mencapai 70 tahun aku pernah pergi ke Amerika untuk menghadiri konfrensi-konfrensi Islam. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa ceramah-ceramah yang disampaikan dalam konfrensi-konfrensi Islam tersebut diikuti oleh para peserta wanita yang berada di suatu tempat (ruangan), sedang ceramah-ceramah yang diikuti oleh para peserta pria disampaikan di tempat (ruangan) yang lain. Suasana yang serba kaku tampaknya meliputi audiens (hadirin) dan terkesan bahwa mereka meniru-niru tradisi Barat, sehingga mereka berpegang pada pendapat yang kaku dan meninggalkan pendapat yang kuat. Akibatnya para peserta pria ditempatkan di ruang pertemuan yang terpisah dari ruang pertemuan para peserta wanita. Mengenai acara yang sama, Qardhawi berkata : “Padahal konfrensi-konfrensi semacam ini merupakan kesempatan bagi seorang pemuda untuk menatap seorang pemudi sehingga hatinya menjadi tertarik, lalu si pemuda dapat leluasa menanyakan tentang identitas si pemudi yang dengan sebab itu Allah bukakan pintu hati muda-mudi tersebut, dan di belakang pertemuan itu terbentuklah keluarga yang islamiy”. Pada acara yang sama pula (Konfrensi Islam), ketika Qardhawi dihampiri oleh seorang laki-laki yang ditugaskan untuk memberikan kata sambutan sebelum Qardhawi menyampaikan ceramah khusus di hadapan para peserta wanita, Qardhawi berkata : “Telah saya katakan kepada orang laki-laki yang ditugaskan untuk memberikan kata sambutan : ‘Apa peran Anda dalam acara ini ? Seharusnya peran Anda ini digantikan oleh salah seorang akhwat, karena pokok pembahasan yang akan diutarakan dalam ceramah adalah khusus untuk mereka (akhwat). Oleh karena itu salah seorang di antara akhwat itulah yang seharusnya memberikan kata sambutan sebagai pengantar ceramahku, mengucapkan sepatah kata, dan mengajukan pertanyaan-pernyataan, yang dengan cara ini berarti kita melatih mereka (akhwat) dalam bidang leadhersheap (kepemimpinan). Tatapi sayangnya sikap sewenang-wenang dari kaum laki-laki masih saja menimpa kaum wanita sampai-sampai sikap sewenang-wenang ini terjadi dalam urasan-urusan khusus kaum wanita’.” Qardhawi mengatakan bahwa wanita-wanita yang berhijab pun harus tampil dalam acara-acara televisi dan tayangan-tayangan parabola, dan para wanita harus ikut serta dalam acara-acara pementasan drama dan sandiwara. Bahkan Qardhawi menuturkan bahwa dia mempunyai dua orang puteri yang telah menamatkan studinya di beberapa universitas di Inggris – di sini sebenarnya Qardhawi ingin mengajak orang untuk mendukung budaya ikhtilath (campur-baur laki-laki dengan para wanita di satu tempat), budaya yang tak tahu malu – sehingga kedua puteri Qardhawi tersebut mandapat gelar doktor, yang satu orang di bidang fisika nuklir dan yang lainnya di bidang biokimia. KELIMA : QARDHAWI DAN SARANA-SARANA HIBURAN Yusuf Qardhawi tergolong dalam kategori da’i berkedok agama yang paling terkenal getol mengajak orang untuk mendukung lagu, musik, dan berbagai sarana hiburan dan dia mengemukakan pernyataan semacam ini di berbagai kitabnya dan di berbagai kesempatan : 1. Qardhawi menyatakan diberbagai bukunya bahwa lagu (nyanyian) itu halal , dan nonton film di gedung bioskop itu halal dan baik. 2. Qardhawi menuturkan bahwa dia mengingkari para seniman (artis) yang meninggalkan dunia seni. 3. Qardhawi mendo’akan keberkahan (kebahagiaan) bagi orang-orang yang memakai kalung salib dan mempertontonkannya di depan khalayak ramai lewat pementasan drama yang menampilkan peran tokoh tokoh Salibis (Kristen) yang melakukan penyerangan berkali-kali terhadap pasukan kaum muslimin dalam Perang Salib ketika Qardhawi mengakhiri kata sambutannya. Qardhawi berkata : “Berjalanlah kalian di atas keberkahan (kabahagiaan) yang dianugerahkan Allah ! Semoga Allah senantiasa menyertai kalian dan tidak menelantarkan kalian dalam melaksanakan tugas-tugas kalian”. 4. Qardhawi menuturkan bahwa dia suka mengikuti (menikmati) lagu-lagu Fa’izah Ahmad, Syaadiyah, Ummu Kultsum, Fairuz, dan penyanyi-penyanyi lainnya. 5. Qardhawi bertutur tentang dirinya bahwa dia hobbi nonton film, menikamati cerita-cerita bersambung, dan nonton sandiwara (drama). Film yang disukai Qardhawi misalnya : “Al Irhaab Wa Al-Kabaab” dengan sutradara ‘Aadil Imam – yang di dalamnya ditampilkan adegan pelecehan terhadap orang-orang yang menganut agama –, film “Layaali Hilmiyyah”, film “Ra’ufat Al’Hujjaan”, film “Ghiwaar”, film “Nuur Asy-Syariif”, film “Ma’aalii Zaayad”, dan film-film lainnya. 6. Qardhawi berfatwa bahwasannya dibolehkan bagi para wanita tampil di layar film dan televisi. KEENAM : PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN QARDHAWI DALAM MASALAH FIQIH Qardhawi telah malakukan penyimpangan melalui berbagai pendapat dan pemikirannya dalam masalah fiqih dengan membuang jauh-jauh nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits serta mengesampingkan pendapat-pendapat para ulama. Silahkan pembaca simak bebarapa penyimpangan (kesesatan) pemikiran Qardhawi dalam masalah fiqih : 1. Qardhawi menyatakan bahwa hukuman “rajam” termasuk kategori “ta’zir” (bukan hadd). Waliyyul Amri (penguasa) berhak membatalkan hukuman “rajam” bila melihat maslahat. 2. Qardhawi berpendapat bahwa riddah (kemurtadan) ada dua macam : 1. riddah mughallazhah (kemurtadan berat) yaitu kemurtadan yang dibarengi dengan tindakan bengis (kejam) untuk menentang masyarakat, oleh karena itu pelakunya harus dihukum bunuh (dihukum mati); 2. riddah mukhaffafah (kemurtadan ringan) yaitu semua jenis kemurtadan selain kemurtadan jenis pertama. Pelaku kemurtadan yang tertakhir ini tidak boleh dihukum bunuh (hukum mati) 3. Qardhawi berpendapat bahwa seorang wanita boleh memegang tampuk kepemimpinan umum. 4. Qardhawi berpendapat bahwa sorangan wanita apabila ikut serta dalam jual-beli dan berbagai jenis mu’amlah, maka persaksiannya disetarakan dengan persaksian seorang laki-laki. 5. Qardhawi berpendapat bahwa mencukur jenggot itu boleh. 6. Qardhawi menyatakan bahwa riba (bunga uang) yang sedikit, 1% atau 2%, dibolehkan dengan alasan untuk kepentingan biaya administrasi. Di samping Qardhawi membolehkan (memandang halal) lagu, musik, televisi, tayangan parabola, cerita bersambung, isbal (mamanjangkan) kain sampai di bawah matakaki, wanita menampakkan wajah (tidak bercadar), menggambar makhluk bernyawa, nonton drama (sandirwara), menjual khamr (minuman keras) dan daging babi kepada orang kafir, mencangkok anggota badan seorang muslim dengan anggota badan seekor babi, laki-laki berjabatan tangan dengan wanita, berpakaian dengan mode pakaian orang-orang kafir, makan daging binatang yang mati mendadak, wanita bepergian jauh ke luar negeri untuk keperluan belajar (studi) tanpa di temani mahramnya, dan lain-lain. Tepat sekali ucapan seseorang yang menyatakan bahwa Qardhawi – dengan fatwa-fatwanya dan kelancangannya mengubah syari’at Islam – sesungguhnya dia sedang berteriak kepada semua orang yang menisbatkan dirinya kepada Islam sambil mengucapkan kata-kata kepada mereka dengan lisan tingkahlakunya : “Lakukanlah apa saja yang hendak kalian lakukan ! Karena masuk surga sudah pasti bagi kalian”. Kita mohon kepada Allah Ta’aala agar Dia memberikan ketabahan (keteguhan hati) kepada kita dalam perpegangteguh pada Islam dan Sunnah, agar Dia melindungi kita dari bahaya pendapat-pendapat semacam ini dan para pencetusnya, dan agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang berpegang teguh pada petunjuk Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, dan para sahabatnya sampai hari pembalasan. KETUJUH : QARDHAWI MEMPOSISIKAN MAKHLUK LEBIH TINGGI DARI KHALIQ DAN DIA MENGHARAPKAN NEGARANYA BISA SEPERTI NEGARA ISRAEL Qardhawi berkata : “Wahai saudara-saudara sekalian, sebelum meninggalkan tempat ini, saya ingin menyampaikan suatu kalimat berkenaan dengan hasil Pemilu Israel. Dulu orang-orang Arab menaruh harapan kepada kesuksesan Perez dan dia sekarang telah jatuh, inilah yang kita puji dari Israel. Kita berharap nagara kita bisa seperti negara ini (Israel), yaitu karena kolompok kecil seorang penguasa bisa jatuh, dan rakyatlah yang menentukan hukum tanpa ada hitung-hitungan prosentase yang kita kenal di negeri kita 99,99 persen. Sungguh ini semua adalah kedustaan dan tipuan. Seandainya Allah menampakkan diri kepada manusia, maka Dia tak akan mampu mancapai prosentase sebesar ini. Kami mengucapkan selamat kepada Israel atas apa yang telah diperbuatnya. ---------------------------------- 1.Acara pertemuan “Asy Syari’ah wal Hayaah” dengan tema “Kelompok-kelompok Non-muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam” yang diselenggarakan pada tanggal 12 Oktober 1997 M lewat stasiun televisi “Al-Jaziirah” – semoga Allah melindungi kita dari bencana yang disebarkan oleh stasiun televisi ini – dan pernyataan Qardhawi bahwa orang-orang kafir bersaudara dengannya tertera di berbagai kitab karangannya, antara lain : kitab “Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa Kontemporer”) (2/668), kitab“Al Khashaa’ishu Al ‘Aammah lil Islaam” (“Karakteristik Islam”) halaman 90-93, dan kitab “Malaamih Al Mujtama’ Al Islaamiy” halaman 138. Pernyataan yang sama dikemukaan pula oleh Qardhawi lewat berbagai acara yang menampilkan Qardhawi, yang dapat disaksikan melalui tayangan-tayangan parabola. Untuk menghilangkan keragu-raguan (prasangka yang tidak baik), perlu penulis nyatakan bahwa apa yang penulis nukil dari Yusuf Qardhawi melalui acara-acara yang menampilkannya lewat tayangan-tayangan parabola, penulis sendiri tidak menyaksikannya secara langsung – penulis berlindung kepada Allah dari menyaksikan acara semacam ini – dan penulis hanya melihat buku yang memuat laporan acara-acara yang diselenggarakan melalui tayangan-tayangan parabola. Dan laporan ini juga termuat pada situs Qardhawi yang terdapat di dalam jaringan internet. * Maksud Qardhawi, orang-orang Kristen Qibthi pun (di Mesir) tergolong orang-orang beriman, sehingga orang-orang yang mati dalam peperangan dari kalangan mereka dinilai sebagai syuhada’ (orang yang mati syahid), pent. 2.Lihat kitab “Ghairul Muslimiin fii Al Mujtama’ Al Islaamiy” (“Kelompok-kelompok Non-muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam”), cetakan ke empat, tahun 1405H, halaman 68. Dan Qardhawi mengemukakan pula pernyataan ini lewat acara di atas (acara “Asy Syari’ah wal Hayaah”), dan di berbagai kitab karangannya yang lain. 3.Lihat kitab “Al Ummah Al Islamiyyah Haqiiqatun La Wahmun”, cetakan pertama, tahun1407 H, halaman 70. Dan Qardhawi mengemukakan pernyataan ini pula lewat acara “Ash Shiraa’u baina Al Muslimiina wa Al Yahudi” (“Pertarungan Pemikiran Antara Kaum Muslimin dan Orang-Orang Yahudi”) berikut ini. 4.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” lewat pertemuan yang bertemakan “Ash Shiraa’u baina Al Muslimiina wa Al Yahudi” (“Pertarungan Pemikiran Antara Kaum Muslimin dan Orang-Orang Yahudi”) yang diselenggarakan pada tanggal 7 Desember 1997M. 5.Pertemuan dengan tema “Ghairul Muslimiin fi Zhilli Asy Syari’ah Al Islamiyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” 6.Pertemuan dengan tema “Al Islaamu Diinul Basyaa’iri wal Mubassyiraat” (“Islam agama Pembawa Kabar Gembira”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah Wal Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 24 Januari 1999M. 7.Kitab “Al Islaam wa Al Ilmaaniyyah” (“Islam dan Sekularisme”) halaman 101, dan kitab “Syari’atul Islami Khuluuduhaa wa Shalaahuhaa li Attathbiiqi” (“Syari’at Islam Relevan Sepanjang Zaman”) halaman 52. Dan Qardhawi mengutarakan pernyataan ini lewat berbagai acara tayangan parabola. 8.Qardhawi mengemukakan pernyataan ini di beberapa kitabnya dan lewat berbagai kesempatan, diantaranya di dalam kitab “Al Halaalu wa Al Haraamu” (“Halal dan Haram”), kitab “Gharul Muslimiina fi Al Mujtama’ Al Islaamy” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dalam Masyarakat Islam”) dan kitab-kitab Qardhawi yang lainnya. Qardhawi mengemukakan pula pernyataan ini lewat acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) dalam sebuah pertemuan yang bertemakan “Ghairul Muslimiina fi Zhilli Asy Syari’ah Al Islamiyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam”) dan pertemuan “Ash Shiraa’u Baina Al Muslimiin wa Al Yahudi” (“Pertarungan Pemikiran Antara Kaum Muslimin dan Orang-orang Yahudi”) 9.Lihat kitab “Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa Kontemporer”), juz 2 halaman 671, dan kitab “Ash Shahwah Al Islaamiyyah Baina Al Ikhtilaaf Al Masyruu’ wa At Tafarruq Al Madzmuum” (“Kebangkitan Islam Antara Perbedaan Pendapat Yang di Syari’atkan dan Perpecahbelahan Yang Tercela”) halaman 147. 10.Acara “Al Muntadaa” berupa pertemuan yang bertemakan “Mustaqbalul Ummah Baina At Tafaa’uli wa At Tasyaa’um” (“Masa Depan Islam antara Optimisme dan Pessimisme”) yang diselenggarakan pada tanggal 7 Maret 1998M melalui stasiun televisi “Abu Dhabi” – semoga Allah melindungi kita dan saudara-saudara kita kaum muslimin dari malapetaka yang ditebarkan oleh stasiun televisi tersebut –, dan acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) berupa pertemuan bertemakan “Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah”. 11.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan bertemakan “Al ‘Alaaqaat Ad Dualiyah” (“Hubungan Internasional”) yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 1998M. 12.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan bertemakan “Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at Islam”), dan pertemuan dengan tema “Fadhlu Al Asyri Al Awaakhiri Min Ramadhaana” (“Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan”) yang diselenggarakan pada tanggal 26 Desember 1999M. Dan lihat kitab “Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa Kontemporer”) juz 2, halaman 617. 13.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan bertemakan“Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at Islam”), dan lihat kitab “Ghairul Muslimiin Fi Al Mujtama’ Al Islamiy” (“Kelompok-kelompok Non-muslim di Bawah Naungan Masyarakat Islam”) halaman 22. 14.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan bertemakan“Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at Islam”), dan lihat kitab “Ghairul Muslimiin Fi Al Mujtama’ Al Islamiy” (“Kelompok-kelompok Non-muslim di Bawah Naungan Masyarakat Islam”) halaman 55. 15.Pernyataan ini disebutkan di dalam artikel yang berjul “Ziyaratul Al Qardhawii Li Iraan” (“Kunjungan Qardhawi ke Negara Iran”), dan pernyataan ini juga tercantum di pada situs Qardhawi di dalam jaringan internet. Perhatikan kitab “Al Marja’iyyah Al Ulyaa Li Islam” halaman 14, dan pertemuan bertemakan “Mustaqbal Al Ummah Baina At Tafaaul Wa At Tasyaaum” (“Masa Depan Umat Islam Antara Optimisme dan Pesimisme”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”). Dan lihat kitab “Al Ghazaali Kamaa ‘Araftahu” (“Muhammad Al Ghazali Sebagaimana Yang Anda Kenal”), halaman 242. 16.Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat pertemuan dengan tema “Al Islam wa Syabakah Al Intarnit” (“Islam dan Jaringan Internet”) yang diselenggarakan pada tanggal 28 Juni 1998M. 17.Qardhawi mengemukakan pernyataan ini di dalam kitab-kitabnya secara umum ketika ia memaparkan sikapnya terhadap Ahlussunnah wal Jama’ah. Perhatikan misalnya kitab “Al Marji’iyyah Al ‘Ulyaa Li Al Islaam”, halaman 320-352, dan kitab “As Sunnah Mashdarul Ma’rifah wa Al Hadhaarah” halaman 95. 18.Lihat kitab “Kaifa Nata’aamalu ma’a As Sunnah An Nabawiyyah” halaman 77. 19.Lihat kitab “Kaifa Nata’aamalu ma’a As Sunnah An Nabawiyyah” halaman 162. 20.Sebuah acara di stasiun televisi “Art” yang diadakan pada tanggal 4 Rajab 1418H. berupa seminar yang diselenggarakan untuk menampilkan Qardhawi dan sekelompok wanita yang memamerkan aurat dan perhiasan mereka guna membahas hukum-hukum dari sunnah-sunnah Nabi yang pemahamannya diselewangkan untuk mendukung kesesatan mereka. 21.Qardhawi menyatakan hal itu pada acara seminar yang sama. 22.Lihat kitab “Asy Syaikh Al Ghazzaali Kama ‘Araftaahu” (“Syaikh Muhammad Al Ghazzali Sebagaimana Yang Anda Kenal”) halaman 168. 23.Qardhawi mengutarakan pernyataan ini di beberapa kitab karangannya, dan diberbagai acara serta di berbagai seminar yang Qardahwi ditunjuk menjadi pembicaranya. Di antaranya kitab “Awlawiyyaat Al Harakah Al Islaamiyyah” halaman 67, kitab “Malaamih Al Majtama’ Al Muslim” halaman 3, dan kitab “Markaz Al Mar’ah” halaman 41-130. 24.Qardhawi mengemukakan pernyataan ini pada pertemuan yang bertemakan “Tahaddiyaat Al Mar’ah Al Muslimah Fi Al Gharbi” yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 13 Juni 1999M. 25.Qardhawi mengemukakan perkataan ini dalam pertemuan yang bertemakan “Al Fadhaa’iyyaat” (“Tayangan-tayangan Parabola”) yang merupakan bagian dari acara “Asy-Syari’ah wa Al Hayaah” yang diadakan pada tanggal 13 Juni 1999M. 26.Majalah “Al Mujtama’” Edisi no. 1319 tanggal 9 Jumada Ats Tsaaniyah 1419H. 27.Tabloid “Akhbaar Al Usbuu’” Edisi no. 401, hari Sabtu, 5 Maret, 1994M. Lihat majalah “Sayyidatuhum” Edisi 678, tanggal 5 Maret 1994M. 28.Pernyataan ini disampaikan Qardhawi di dalam kitab-kitab Qardhawi secara umum seperti kitab “Al Halaal wa Al Haraam”, kitab “Al Marja’iyyah Al ‘Ulyaa”, dan “Fataawaa Mu’aashirah”. Disampaikan pula pada acara pertemuan dengan tema “Akhlaaqiyyatul Muslim” yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang diadakan pada tanggal 14 Juni 1999M, dan pada pertemuan terbuka dengan tema “As’ilaatul Musyaahidiin” (“Pertanyaan-pertanyaan dari Para Penonton”) yang diadakan pada tanggal 12 April 1998M. 29.Lihat kitab “Al Halal Wa Al Haram” 30.Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi pada pertemuan terbuka dengan tema “As‘ilah Al Musyaahidiin” (“Pertanyaan-pertanyaan Dari Para Penonton”) yang merupakan bagian dari acara “Asy-Syari’ah wa Al Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 12 April 1998 M. 31.Fatwa Qardhawi yang tercantum pada situs “Al-Islam Fi Al Intarnit” , dan situs di bawah asuhan Qardahwi, yang menebarkan perkara-perkara yang menimbulkan bencana-bencana besar antara lain membuka peluang untuk dapat menyaksikan semua tayangan parabola yang ada di dunia internasional sampai-sampai kepada tayangan “Patikan”, peluang untuk saling berkenalan sampai-sampai perkenalan dua orang yang lain jenis, pelayanan perkawainan (biro jodoh) sampai-sampai pernikahan orang-orang non-muslim, bidang kesenian dan kebudayaan termasuk di dalamnya pembahasan tentang film-film, drama-drama, dan tayangan-tayangan parabola, foto-foto dan gambar-gambar wanita pamer aurat, tokoh-tokoh rasionalis (pemuja akal) seperti Al-Jaahizh dan Imaarah, dan pengkultusan pentolan-pentolan thaghut seperti As-Sanhuri dan hal-hal lain yang membawa bencana. Dan Qardhawi menyatkan bahwa ia ingin menjadikan situs ini markas (pusat) fatwa internasional. 32.Surat kabar "Ar-Raayah Al-Quthriyyah", Edisi 5969, tanggal 19 Jumaadal ‘Ulaa 1419 H. 33.Surat kabar "Ar-Raayah Al-Quthriyyah", Edisi 5969, tanggal 19 Jumaadal ‘Ulaa 1419 H, dan majalah “Sayyidatuhum” edisi 678 no. 5 tanggal 11 Maret 1994 M. Lihat tabloid “Akhbar Al Usbuu’” edisi 401 tanggal 23 Ramadhan 1414 H. 34.Qardhawi mengatakan hal itu pada pertemuan dengan tema “Al Fadhaaiyyaat” (“Tayangan-tayangan Parabola”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 13 Juni 1999 M. 35.Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi pada acara “Al Muntaa” lewat stasiun televisi Abu Dhabi berupa pertemuan dengan tema “Syuruut Al Fatwa” (“Syarat-syarat Fatwa”) yang diselenggarakan pada tanggal 10 Januari 1998 M. Dan ini diisyaratkan oleh Qhardhawi dalam kitab “Al Khashaa’ish Al ‘Aammah li Al Islaam” halaman 240. Pernyataan Qardhawi ini bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan para ulama) sebagaimana yang dinukil oleh beberapa orang ulama seperti Ibnul Mundzir, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Quddaamah, Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah), Ibnu Rusyd dan yang lainnya. 36.Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi dalam kitabnya yang berjudul “Al Halal Wa Al Haram” halaman 91, dan di dalam kitabnya yang berjudul “Al Marji’iyyah Al ‘Ulyaa” halaman 243, juga di dalam kitabnya yang berjudul “Madkhal Li Diraasati Asy-Syarii’ah” halaman 85. Qardhawi mengemukakan pula pernyataan ini di dalam pertemuan yang bertema “As Sunnah Mashdar Li At Tasyrii’” (“Sunnah Sumber Pembentukan Hukum Islam”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syarii’ah Wa Al Hayaah”, dan pada pertemuan yang bertema “Az Zawaaj Min Ghairi Al Muslimaat” yang merupakan bagian dari acara “Al Muntada”. Pernyataan Qardhawi ini bertentangan dengan Ijma’ (kesepakatan para ulama) yang dinukil oleh Ibnu Hazm, Ibnu Abidin, dan yang lainnya. 37.Dari kaset berisi rekaman suara Qardhawi dan bantahan Syaikh Ibnu “Utsaimin, dan kaset tersebut ada di “Tasjillat (studio Rekaman) ‘Al-Ashaalah” di Jeddah, di wilayah Ats-Tsaghr.
Sumber:www.sahab.net
diambil dari www.ahlussunnah.og

manhaj

بسم الله الر حمن الرحيم
NASEHAT SYAIKH RABI’ BIN HADI – HAFIZHAHULLAH- KEPADA UMMAT DAN PEMBAWA BENDERA SALAFIYAH

Oleh : Asy-Syaikh Rabi' -Hafidzahullah-

Segala puji hanya milik Allah, semoga shalawat dan salam tercurahkan atas Rasulullah, para keluarga, para sahabat dan orang yang mengikuti petunjuk beliau. Ammä Ba’du :
Sesungguhnya kita umat Islam telah diberikan keistimewaan oleh Allah diatas umat-umat yang lain, yaitu bahwa kita menyuruh kepada yang ma’rüf dan mencegah dari yang munkar. Allah Ta’älä berfirman :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar” (QS. Äli ‘Imrän : 110).
Dan Rasulullah shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيَغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ
“Barangsiapa diantara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka dengan hatinya dan itu merupakan iman yang paling lemah.” Rabb kita juga membebankan kepada kita untuk menjadi orang-orang yang menegakkan keadilan.
Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالـِدَيْنِ وَاْلأقْرَبِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang menegakkan keadilan dan menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap diri sendiri atau ibu-bapa dan kaum kerabat” (QS. An-Nisä` : 135)
(Allah) juga memerintahkan kita untuk tolong-menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan dan melarang kita dari tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Allah Ta’ala berfirman :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Mä`idah : 2) (Allah) juga memerintahkan untuk berjihad dalam rangka menyebarkan agama dan membelanya, (yaitu) jihad dengan pedang dan tombak. (Allah) juga memerintahkan kita untuk berjihad dengan keterangan, hujjah dan penjelasan. Ini merupakan jihad para Nabi ‘alaihimush shalätu wassaläm. (Allah) juga memerintahkan untuk senantiasa berlaku dan memilih kejujuran dan (Allah) melarang kita dari perbuatan dan memilih kedustaan. Nabi shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عليكم بالصدق فإن الصدق يهدي إلى البر وإن البر يهدي إلى الجنة ولا يزال الرجل يصدق ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقاً، وإياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور وإن الفجور يهدي إلى النار ولا يزال الرجل يكذب ويتحرى الكذب حتى يكتب عند الله كذاباً “Hendaklah kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan dan sesungguhnya kebajikan itu membawa kepada sorga. Dan seseorang itu terus-menerus berlaku jujur dan memilih kejujuran sampai ia dicatat sebagai seorang shiddïq di sisi Allah. Dan berhati-hatilah kalian dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu menjerumuskan kepada kekejian dan sesungguhnya kekejian itu menggiring kepada neraka. Dan seseorang itu terus-menerus berdusta dan memilih kedustaan hingga ia dicatat sebagai kadzdzab (pendusta) di sisi Allah.” (Allah) juga memperingatkan kita dari sangkaan yang dusta. Nabi ‘alaihish sholätu wassaläm bersabda :
إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث
“Berhati-hatilah kamu dari sangkaan yang jelek, karena sesungguhnya sangkaan yang jelek itu merupakan perkataan yang paling besar kedustaannya.” (Allah) juga memerintahkan kita untuk menjalin persaudaraan dan antusias dalam mewujudkan jalinan persaudaraan tersebut. Rasulullah shallallähu ‘alaihi wasallam bersabda :
المسلم أخو المسلم لا يخونه ولا يخذله، كل المسلم على المسلم حرام عرضه وماله ودمه، التقوى هاهنا بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim (yang lain), ia tidak mengkhianatinya dan tidak pula menjatuhkannya. Setiap muslim terhadap muslim yang lainnya adalah haram kehormatan, harta dan darahnya. Taqwa itu ada di sini. Cukuplah terhitung sebagai kejelekan, seseorang menghina saudaranya muslim (yang lain).” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan ia berkata : Hadist hasan. Dan Rasulullah shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يبع بعضكم على بيع بعض وكونوا عباد الله إخواناً، المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله : التقوى هاهنا ويشير إلى صدره ثلاث مرات، بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم، كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه
“Janganlah kalian saling hasad, saling membenci dan saling membelakangi, dan janganlah sebagian kalian (menyaingi) proses penjualan yang sedang dilakukan saudaranya. Dan jadilah kalian –wahai hamba-hamba Allah- sebagai saudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim (yang lain), ia tidak menzhaliminya dan tidak pula menjatuhkannya. Taqwa ada di sini -dan beliau menunjuk ke dada beliau- (beliau mengulanginya) tiga kali. Cukuplah terhitung sebagai kejelekan, seseorang menghina saudaranya (muslim yang lain). Setiap muslim terhadap muslim (yang lainnya) adalah haram darah, harta dan kehormatannya.” Diriwayatkan oleh Muslim. (Allah) juga memerintahkan kita untuk menasehati. Rasulullah shallalähu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الدين النصيحة فقلنا لمن يا رسول الله ؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم
“Agama itu adalah nasehat. Kami bertanya, ‘Untuk siapa wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda : ‘Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum awam dari kalangan mereka’.” Dia juga memerintahkan kita untuk menolong orang yang terzhalimi dan orang yang menzhalimi, dimana Rasulullah shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda :
انصر أخاك ظالماً أو مظلوماً، فقال رجل: يا رسول الله ، أنصره إذا كان مظلوماً، أفرأيت إذا كان ظالماً كيف أنصره ؟ قال تحجـزه، أو تمنعـه، من الظلم فإن ذلك نصره
“Tolonglah saudaramu dalam keadaan ia menzhalimi atau dizhalimi. Maka seorang lelaki berkata : ‘Saya menolongnya jika ia dizhalimi, bagaimana pendapatmu jika ia yang menzhalimi, bagaimana saya menolongnya?’ Beliau menjawab : ‘Engkau halangi dia atau engkau mencegahnya dari berbuat zhalim, maka sesungguhnya hal itu merupakan pertolongan terhadapnya’.” Diriwayatkan oleh Al- Bukhäry. (Allah) juga memberitahukan bahwa kezhaliman itu merupakan berbagai kegelapan (bagi pelakunya) pada hari kiamat. Allah Ta’älä berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْراً عَظِيماً
“Sesungguhnya Allah tidak menzhalimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. An-Nisä` : 40) Dan Rasulullah shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam suatu hadits qudsi :
يا عبادي إني حرمت الظلم على نفسي وجعلته بينكم محرماً فلا تظالموا
“Wahai sekalian hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku telah menjadikannya sebagai perkara yang diharamkan antara sesama kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi.” (Allah) juga mengharamkan sikap ghuluw (ekstrim, melampaui batas) dalam agama. Allah Ta’älä berfirman :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian ghuluw dalam agama kalian dan janganlah kalian berkata terhadap Allah kecuali yang benar.” (QS. An-Nisä` : 171).
Dan Nabi shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إياكم والغلو فإنه أهلك من كان قبلكم غلوهم في دينهم
“Berhati-hatilah kalian dari sikap ghuluw, karena sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama mereka.” Dan Ar-Rasül shallallähu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم ... الحديث
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memuji saya sebagaimana berlebihannya orang-orang Nasharo dalam memuji Ibnu Maryam… Al-Hadits” (Allah) juga mengharamkan sikap fanatik, dimana Rasulullah shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda :
... ومن قتل تحت راية عمية يدعوا لعصبية أو ينصر عصبية، فقتلته جاهلية ... الحديث “
… dan barangsiapa dibunuh di bawah bendera buta yang ia menyeru karena sikap fanatik atau ia membela karena sikap fanatik, (bila ia mati), maka matinya adalah (mati) jahiliyah… Al-Hadits” Diriwayatkan oleh Muslim.
Syaikhul Isläm Ibnu Taimiyyah rahimahulläh Ta’älä berkata (Al-Majmü’ 28/16) : “Dan para guru tidak boleh mengelompokkan manusia dan melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka, bahkan hendaklah mereka menjadi seperti bersaudara yang saling tolong-menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan sebagaimana Allah Ta’älä firmankan :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Mä`idah : 2) Dan tidak pula boleh bagi salah seorang dari mereka mengambil janji dari seorangpun guna menyetujui semua yang diinginkannya, mencintai orang yang dicintainya, dan memusuhi orang yang dimusuhinya, bahkan siapa yang melakukan perbuatan ini maka ia termasuk tipe Jenghis Khan dan orang-orang semisal dengannya yang menjadikan siapa yang menyetujui mereka sebagai kawan yang loyal dan menjadikan siapa yang menyelisihi mereka sebagai musuh yang sewenang-wenang. Akan tetapi hendaklah mereka dan para pengikut mereka berjanji kepada Allah dan Rasul-Nya untuk ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta memelihara hak-hak para guru sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kemudian apabila seorang ustadz terzhalimi, maka ia membantunya, dan apabila ia (ustadz tersebut) berbuat zhalim, maka ia tidak menolongnya untuk melakukan kezhaliman melainkan ia mencegahnya dari kezhalimannya sebagaimana tertetapkan dalam (kitab) Ash-Shahïh dari Nabi shallallähu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
انصر أخاك ظالما أو مظلوما ، قيل: يا رسول الله! أنصره مظلوما فكيف أنصره ظالماً؟ قال: تمنعه من الظلم فذلك نصرك إياه
“Tolonglah saudaramu, dalam keadaan ia menzhalimi atau dizhalimi. Ditanyakan : ‘Wahai Rasulullah! saya menolongnya dalam keadaan ia dizhalimi, lalu bagaimana saya menolongnya dalam keadaan ia berbuat zhalim? Beliau menjawab : ‘Engkau mencegahnya dari berbuat zhalim, maka yang demikian itu merupakan pertolonganmu kepadanya.”.” (Selesai ucapan Ibnu Taimiyah, pent.) Perkara-perkara keistimewaan-keistimewaan yang agung dan prinsip-prinsip yang lurus ini wajib diimplementasikan dan dipelihara oleh umat ini dengan sebaik-baiknya, baik oleh individu, masyarakat, rakyat maupun para penguasa, dan secara khusus oleh para ulama dan para penuntut ilmu, dan secara lebih khusus lagi, oleh mereka yang menyandarkan diri mereka kepada As-Sunnah dan Al-Jamä’ah (Ahlus Sunnah Wal Jamä’ah,pen.) Dan sesungguhnya di dalam melanggarnya atau melanggar suatu bagian darinya terdapat kerusakan yang sangat besar pada dunia dan agama yang mengantar kepada terhapusnya lambang-lambang yang agung ini, dan di dalam hal itu terdapat kejelekan yang sangat berbahaya dan kerusakan yang sangat besar. Di antara hal yang tidak diragukan oleh orang yang berakal, bahwasanya telah terjadi pelanggaran-pelanggaran besar dan kezhaliman yang parah lagi dahsyat pada orang yang mengucapkan kalimat haq, dimana kebenaran yang ada padanya ditolak disertai dengan penghinaan dan perendahan terhadapnya. Dan ini adalah sesuatu yang sangat dibenci lagi munkar jika muncul dari seorang yang kafir, bagaimana pula (jika ia berasal) dari seorang muslim. Maka hendaknya umat ini -secara khusus para pemudanya yang merupakan tiang baginya-, untuk menghormati kebenaran dan mengagungkannya, dan hendaknya mereka menghinakan kebatilan serta menumpas para pelakunya siapapun mereka. Dengan demikian, Allah akan menjayakan, memuliakan dan meninggikan derajat mereka. Dan sebaliknya, (melakukan sesuatu yang bertentangan dengannya) akan menyebabkan timbulnya bencana, kesesatan, fitnah-fitnah dan kemurkaan dari Allah serta berbagai petaka di dunia dan di akhirat, yang mana di antara petaka ini adalah berkuasanya musuh-musuh terhadap mereka hingga mereka kembali kepada agama mereka yang haq dan komitmen terhadapnya dengan komitmen yang sebenarnya. Semoga Allah memberikan taufiq kepada semua untuk melakukan apa yang diridhoi-Nya.
Ditulis oleh yang mengharapkan maaf Allah dan ampunan-Nya, Rabi’ bin Hadi ‘Umair Al-Madkhali Pada 16 Shofar 1422 H.
Sumber:www.sahab.net
diambil dari www.ahlussunnah.og

Fatwa Ulama

AJARAN KAFIR AHMADIYAH


Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh -Hafidzahullah-


AL QADHIYANIYAH (AHMADIYAH) AJARAN KAFIR DAN SYIRIK
Fatwa Asy Syaikh Muhammad bin Ibrahim mantan Mufti Saudi Arabia sebelum Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahumullah

Pertanyaan:
Apa pendapat anda tentang firqah Al Qadiyaniyah (Ahmadiyah -ed) yang muncul di India, yang dipimpin oleh Mirza Ghulam Ahmad. Di awal kemunculannya orang ini mengaku sebagai mujaddid (pembaharu -ed) untuk kurun ke-14, hal ini seperti yang ia tegaskan dalam kitabnya yang dinamakan Izalatul Auham hal; 153 dan karena kemunculan seorang mujaddid sudah merupakan sunnah yang berjalan sekaligus juga sebagai kedudukan yang tidak diingkari oleh kaum muslimin kecuali orang-orang yang benar-benar memiliki ma’rifat akan keadaan ia yang tersembunyi dan hakikat dirinya yang sebenarnya dan ia bukan orang yang pantas menyandang kedudukan yang tinggi dikarenakan jelasnya keadaannya dan akhlaknya yang buruk yang tersembunyi. Maka ketika orang ini melihat adanya kesempatan dan peluang yang luas untuk mejajakan ucapannya ia pun mengaku sebagai al mahdi yang dijanjikan, sebagaimana hal ini jelas dalam risalahnya Al Mi'yarul Akhbar dan ((ريولواف ويلينجنز)) tahun 1903 hal; 302.
Kemudian tiada henti-hentinya orang ini berkoar-koar dengan pengakuan-pengakuan yang batil dan secara bertahap kepada angan-angannya yang batil. Sesekali ia mengaku sebagai al mahdi dan terkadang ia mengaku sebagai al harist si penolong al mahdi dan terkadang ia mengaku sebagai seorang pembicara yang mendapat ilham dari Allah seperti halnya di masa yang lampau pada umat-umat terdahulu. Dan sesekali ia mengaku sebagai al masih yang dijanjikan yakni 'Isa bin Maryam As. Bahkan orang ini pernah mengaku sebagai Maryam ibunda Isa As. Dan ia pernah mengaku lebih utama dari Isa As. Dan ia juga pernah mengaku sebagai Mikail As sebagaimana dalam risalahnya Al-Arbain juz 3 hal; 23. Ia juga mengaku sebagai Ibrahim alaihisalam, Nuh alaihisalam, Musa alaihisalam, Isa alaihisalam, Daud alaihisalam, Yusuf alaihisalam, dan Yahya Alaihimussalam. Sampai-sampai ia mengaku bahwa ialah Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam. Bahkan sebagian ucapan-ucapannya menunjukkan ia lebih utama dari seluruh nabi dan rasul dan pemimpin mereka serta penutup para nabi dan rasul Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam. Jika engkau mau, rujuklah kitab-kitab berikut dari karangan-karangannya sampai datang kepadamu keyakinan yaitu kitab: Nuzulul Masih: 964, Izalatul Awham: 253, Haqiqatul Wahyi: 22, Al-Barahin Al Ahmadiyah no. 5: 90.
Dan tiada heni-hentinya ia berubah-ubah dalam pengakuan-pengakuannya tersebut sampai akhirnya ia tetap pada pengakuan terakhirnya tanpa kesamaran dan diragukan lagi bahwa ia telah mengumumkan kenabiannya dan mengumumkan kerasulannya dan bahwasanya wahyu telah turun kepadanya dan beriman kepada wahyu tersebut adalah wajib seperti keimanan kepada Al Qur'an Al Adzim tanpa ada perbedaan sama sekali. Dan ia pun mengkafirkan serta menyesat-nyesatkan orang-orang yang mengingkari wahyunya. Padahal barangsiapa yang tidak beriman dengan kenabiannya dan risalahnya mendapati bahwa Al Qur'an Al Adzhim menyeru dengan panggilan yang tinggi bahwa nabi kita Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam adalah penutup para nabi dan rasul. Dan telah mutawatir hadits dari beliau shalallahu 'alaihi wasalam bahwa tidak ada rasul dan nabi setelahnya. Dan umat dari sebaik-baik masa sampai zaman kita sekarang ini telah sepakat bahwa tidak ada seorang pun yang mendapatkan risalah kenabian setelah nabi kita Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam.
Kesimpulannya, bahwa nabi palsu ini telah datang dengan pengakuan-pengakuan yang berbeda-beda dengan tujuan agar hakikat dirinya menjadi samar dimata kaum muslimin dan agar ia bisa berpindah kepada pengakuan yang lain apabila kaum muslimun mendebatnya.
Setelah kematiannya para pengikutnya terpecah menjadi tiga kelompok;
1. Kelompok yang mengaku bahwa ia hanya seorang mujaddid dan al mahdi, kelompok pertama ini tidak mengakui kenabian dan kerasulannya. Dan markas dakwah mereka di Lahore. 2. Kelompok yang mengaku bahwa ia adalah rasul dan nabi yang sempurna dan ia adalah Al Masih bin Maryam yang dijanjikan. Hanya saja ia tidak datang membawa syariat baru dan tidak juga menghapus syariat yang lalu seperti halnya Harun alaihisalam di sisi syariat nabi Musa alaihisalam. Mereka adalah penduduk Qadiyan. Dan di antara mereka adalah anak sekaligus penggantinya yang kedua. 3. Kelompok yang mengaku bahwa ia adalah rasul dan nabi dan datang dengan syariat dan wahyu yang baru yang menghapus agama-agama yang telah lalu semuanya. Dan kelompok ini mengaku bahwa keselamatan di akhirat hanyalah kepada orang-orang yang mengiktinya. Pemimpin mereka adalah Dzahiruddin Al Audaby.
Kemudian ketiga kelompok ini telah mewarisi dari pemimpin mereka yang pertama berbagai macam tipu daya dan makar dalam menyampaikan dakwah mereka. Mereka berpakaian seperti halnya ummat islam dihadapan manusia, mereka membaca Al Qur'an, mengerjakan shalat dan mereka bermanis lidah dihadapan manusia dengan mulut-mulut mereka dan apa yang mereka sembunyikan di dalam hati-hati mereka adalah lebih besar. mereka bergaul dengan orang-orang yang lalai dari kaum muslimin dan menipu mereka dengan berbagai macam tipu daya, mereka menampakkan kesamaan kepada kaum muslimin pada umumnya urusan-urusan kaum muslimin dan mereka menyembunyikan pengakuan kenabiannya sampai pergaulan tersebut dapat memudahkan diterimanya ajaran-ajaran mereka. Oleh karena itu cobaan ini menyebar dinegeri kami yaitu India. Dan fitnah yang menyesatkan ini cepat beredar dan tersiar dan bercampur dikalangan orang-orang yang jahil. Bahkan fitnah ini telah melewati batas negeri India dan hampir berpindah ke negeri Irak. Semoga Allah melindunginya dan melindungi negeri-negeri kaum muslimin seluruhnya dari fitnah mereka dan fitnah Al Masih Ad-Dajjal.
Maka bagaimana tanggapan kalian wahai para ulama tentang orang ini dan orang-orang yang menganut dan mengikuti ajarannya dari ketiga kelompok yang telah disebutkan. Apakah mereka masih dianggap muslim atau mereka telah keluar dari islam? Apakah boleh menjadikan mereka sebagai bagian dari kaum muslimin atau wajib bagi kaum muslimin membongkar tipu daya mereka? Dan sungguh telah dikumpulkan kesalahan-kesalahan orang sesat ini dengan lafalnya dengan menukil dari kitab-kitabnya yang ia susun sebagiannya dengan bahasa arab dan sebagiannya dengan bahasa urdu. Sedangkan yang berbahasa urdu telah diterjemahkan kedalam bahasa arab dan akan saya sertakan seluruhnya setelah permintaan fatwa ini selesai dicetak.
Jawaban Asy Syaikh:
Hanya Allahlah tempat minta pertolongan. Segala puji hanyalah milik Allah semata. Yang tersirat dari nama dan hakikat apa yang diakuinya pada lembaran pertanyaan ini, jika ia tidak gila maka ia lebih kafir dari orang-orang yahudi dan kristen. Keadaan dan kondisinya sudah sangat lah jelas dan tidak membutuhkan dalil lagi. Karena hal ini adalah perkara yang diketahui secara darurat dalam ajaran islam. Bahkan barangsiapa yang tidak mengkafirkannya setelah nyata baginya jalannya yang jelek dan pijakannya yang busuk dan tercela maka ia kafir wajib dimintai taubat jika ia bertaubat (maka dilepas -ed) dan jika tidak maka dipenggal lehernya sebagai orang yang murtad. Dengan jawaban yang ringkas ini cukup juga sebagai jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan pengikutnya dari ketiga kelompok yang disebutkan. Dimana kelompok kedua dan ketiga sama keberadaannya dengan orang ini, hal ini dikarenakan pembenaran mereka terhadapnya dalam perkara-perkara yang kufur. Sedangkan kelompok pertama tinjauan kekafiran mereka adalah dari sisi terwujudnya pada mereka pengakuan-pengakuan orang ini yang kufur dan keyakinan-keyakinannya yang mengeluarkannya dari islam. Adapun pembenaran mereka (kelompok pertama –ed) kepadanya dalam hal ini dan berpegangnya mereka terhadap pengakuan-pengakuannya yang pertama seperti pengakuannya sebagai mujaddid dan bahwa ia adalah al mahdi sebagaimana hal-hal tersebut adalah batil dan sesat hal ini tidak menjadikan hokum atas mereka berbeda dari kedua kelompok yang lainnya, hal ini ditinjau dari sisi keyakinan mereka terhadap orang ini sebagai mujaddid dan al mahdi disisi pengakuan-pengakuannya yang kufur dan syirik. Wallahu A'lam.



Sumber:
Majmu' Fatawa Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh